Hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dalam
melaksanakan hubungan kerja terkadang terjadi perselisihan antara pekerja/buruh
dengan pengusaha. Perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan
pengusaha dalam hubungan kerja dapat menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan
kerja. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.
Pasal
158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”) mengatur bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan
berat sebagai berikut:
- melakukan penipuan, pencurian
dan penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
- memberikan keterangan palsu
atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
- mabuk, meminum minuman keras
yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya dilingkungan kerja;
- melakukan perbuatan asusila
atau perjudian dilingkungan kerja;
- menyerang, menganiaya,
mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan
kerja;
- membujuk teman sekerja atau
pengusaha untuk mekukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
- dengan ceroboh atau sengaja
merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
- dengan ceroboh atau sengaja
membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat
kerja;
- membongkar atau membocorkan
rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan
negara; atau
- melakukan perbuatan lainnya di
lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih.
Pembuktian
bahwa pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat harus didukung dengan bukti
sebagai berikut:
- pekerja/buruh tertangkap
tangan;
- ada pengakuan dari
pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
- bukti lain berupa laporan
kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang
bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Pengusaha
dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan
alasan sebagai berikut:
- pekerja/buruh berhalangan masuk
kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui
12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
- pekerja/buruh berhalangan
menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
- pekerja/buruh menjalankan
ibadah ibadah yang diperintahkan agamanya;
- pekerja/buruh menikah;
- pekerka/buruh perempuan hamil,
melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
- pekerja/buruh mempunyai
pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di
dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peratauran perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;\
- pekerja/buruh mendirikan,
menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh,
pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/buruh di luar jam kerja,
atau di dalam jam kerja atas kesepakatan mengusaha, atau berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;
- pekerja/buruh yang mengadukan
pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan
tindak pidana kejahatan;
- karena perbedaan paham, agama,
aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik,
atau status perkawinan;
- pekerja/buruh dalam keadaan
cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan
kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya berlum dapat dipastikan.
Pemutusan
hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan tersebutdi atas adalah batal demi
hukum dan pengusaha waajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
bersangkutan.
Sumber
: hukumtenagakerja.com
Related :